Senin, 18 April 2011

Sejarah Sastra Indonesia

• PERIODE BALAI PUSTAKA
Pemerintah Belanda pada tahun 1908 mendirikan sebuah badan penerbit dengan nama Commkssie voor de Volkslectuur atau Taman Bacaan Nasional. Awal mula adanya badan penerbit commissie voor volksclectuur yaitu bermula dari kebijakan pemerintah Belanda menerapkan politik etis. Pemerintah Belanda menyadari salah satu langkah untuk menarik simpati rakyat Indonesia adalah mendirikan sekolah-sekolah untuk bumiputera. Di samping itu, kepandaian membaca dan menulis semakin luas di kalangan rakyat. Hal tersebut oleh pemerintah Belanda dianggap suatu bahaya jika dibiarkan mendapat buku-buku bacaan yang sifatnya menghasut rakyat Indonesia.
Setelah badan penerbit commissie voor de volkslectuur berjalan selama kurang lebih 9 tahun,memperlihatkan kemajuan yang sangat pesat maka pada tahun 1917 namanya diubah menjadi Balai Pustaka. Periode Balai Pustaka dikenal pula dengan nama angkatan Siti Nurbaya dan juga lazim disebut angkatan dua puluhan.
Pada periode ini dikenal beberapa pengarang dengan karangannya masing-masing, baik puisi, roman/novel maupun drama antara lain Muhammad Yamin, Sanusi Pane, dan Roestam Effendi dan lain-lain. Dapat dikatakan bahwa jumlah pengarang pada periode ini cukup banyak. Mungkin hal ini disebabkan karena mereka didorong oleh keinginan dan semangat yang sama yaitu mengungkapkan pengetahuan dan pengalaman yang mereka peroleh dari barat (dalam bentuk roman) dan didorong pula oleh semangat untuk mencapai kemerdekaan bamgsanya (dalam bentuk puisi).
Ciri-ciri ekstrinsik karya sastra periode balai pustaka antara lain
 Karya sastranya masih bersifat didaktis atau mengandung nasihat.
 Bersifat romantis
 Latar kehidupan yang digunakan yaitu masih latar kehidupan sehari-hari.
Ciri-ciri intrinsic karya sastra periode balai pustaka antara lain
 Tema yang digunakan kebanyakan bertema percintaaan (permaduan)
 Latar ceritanya pedesaan atau kehidupan daerah
 Cita-cita kebangsaan masih belum dipikirkan

• PERIODE PUJANGGA BARU
Periode ini sebenarnya merupakan suatu realisasi dari menggeloranya semangat persatuan yang hidup di kalangan bangsa Indonesia sejak permulaan abad 20 dengan dipelopori oleh kaum terpelajar, yaitu pada 28 Oktober 1928 menyatakan tekad mengadakan Sumpah Pemuda.
Pada waktu itu golongan sastrawanpun tak mau ketinggalan berjuang untuk membentuk persatuan bangsa dengan mengadakanpembaharuan dalam bidang kesusastraan. Hal itu dapat dilihat dari mejalah Timboel, Majlah Panji Pustaka yang sejak tahun 1932 dipimpin oleh Sutan Takdir alisyahbana. Di samping itu, angkatan 30-an muncil akibat ada tali kendali Balai Pustaka yang menyebabkan pengarang-pengarang muda merasa terisolasi oleh ketemtuan-ketentuan tersebut, sehingga tidak mengherankan jika akhirnya mereka berprakarsa untuk mendirikan perkumpulan lain yang lebih sesuai sebagai tempat penyaluran keinginan dan cita-cita mereka. Dengan bermodalakn keinginan, kemauan, dan semangat pada akhirnya lahirlah sebuah ikatan para pengarang muda yang kemudian lebih dikenal dengan nama Pujangga Baru.
Adapun yang dianggap sebagai pelopor angkatn Pujangga Baru itu ialah Sutan Takdir Alisyahbana, Sanusi Pane, Armijn Pane, dan Amir Hamzah. Roman yang paling terkenal pada masa ini yaitu roman karangan Sutan takdir Alisyahbana yang berjudul Layar Terkembang.
Ciri-ciri intrinsik karya sastra periode Pujangga Baru antara lain:
 Puisinya telah banya dipengaruhi oleh puisi dari luar yaitu dari Belanda
 Karya satra yang dihasilkan sudah tidak menggunakan kata-kata ambigu
 Menggunakan prosa lurus dan teknik bulat
 Perwatakan yang digunakan belum bervariasi
 Masi belum menggunakn kalimat yang mengandung peribahasa
 Masih bersifat romantic
Ciri-ciri ekstrinsik karya sastra periode Pujangga Baru antara lain:
 Latar ceritanya telah bersifat mesyarakat modern
 Nasionalisme telah ditampakkan
 Karya sastra puisinya diterbitkan oleh swasta.

• PERIODE JEPANG
Zaman penjajahan Jepang di bumi Indonesia mempunyai arti yang sangat penting dalm perputaran sejarah Indonesia. Bahasa Indonesia yang pada mulanya oleh pemerintah Belanda diusakan dengan berbagai cara agar tidak menjadi bahasa persatuan, oleh pemerintah Jepang justru dijadikan satu-satunya bahasa yang harus digunakan di seluruh Nusantara dan sekaligus dalam seluruh bidang kehidupan, sedangkan bahasa Belanda dilarangnya. Dengan demikian jelas memacu pertumbuhan dan perkembangan bahasa Indonesia, maka sastra Indonesia pun mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang sederajat dengan pertumbuhan dan perkembangan bahasa Indonesia itu sendiri. Namun ternyata pemerintah Jepang mengetahui dampak dari penggunaan bahasa Indonesia itu sendiri. Serta pada masa ini terjadi pertentangan sastrawan dimana Chairil Anwar dan kawan-kawan tidak ingin bergantung dengan lembaga-lembaga yang didirikan oleh pemerintah Jepang, sementara sastrawan Amiruddin dan kawan-kawan mendukung pemerimtahan Jepang
Sastrawan-sastrawan yang telah muncul dan aktif pada periode Jepang antra lain Usmar Ismail, Idrus, Rosihan Anwar, Chairil Anwar dan lain-lain. Karya sastra yang paling dominan pada periode ini adalah cerita drama. Hal itu dikarenakan pada masa itu warga Indonesia jenuh terhadap roman-roman dan mulai melirik cerita drama atau sandiwara-sandiwara.
Ciri-ciri karya sastra periode Jepang antara lain:
 Karya sastra seperti puisi, cerpen drama bersifat simbolik karena selalu dihantui bahwa karyanya akan disensor oleh lembaga-lembaga Jepang.
 Karya sastranya berisi sindiran kepada lembaga Belanda yang saling bertentangan.
 Karya sastra yang ditampilkan berisi kebimbangan atau keraguan.





• PERIODE 45
Pengakuan berdirinya angkatan 45secara sah dan resmi yaitu berdasarkan surat kepercayaan gelanggang yang tertanggal 18 Februari 1950. Surat kepercayaan gelanggang tersebut berisi bahwa mereka akan menuju kebudayaan dunia yang universal. Jadi, Kebudayaaan Indoenesia baru itu tidak saja disajikan hanya untuk bangsa Indonesia saja, melainkan kepada manusia dunia. Hal ini berarti kebudayaan baru harus meninggalkan jejak kebudayaan lama yang henya selalu mementingkan unsur-unsur kedaerahan saja. Dengan kata lain, bahwa Angkatan 45 mempunyai konsepsi humanisme universal.
Pelopor Angkatan 45 antara lain Idrus dan Chairil Anwar. Idrus dipandang sebagai pelopor pengarang prosa dalam angkatan 45 karena dengan corat-coretnya yang berjudul Soerabaya dan corat0coret di bawah tanah degan tegas ia membuktikan putusnya hubungan antara prosa sebelum perang dan setelah perang. Seperti halnya dengan Chairil Anwar dengan puisinya yang berusaha mengadakan pembaharuan kebiasaan yang kolot. Demikian halnya dengan Idrus membawa perubahan dalam bidang prosa ialah berupa kesederhanaan yang membedakan prosa pada zaman sebelumnya. Jika kita simak, pada hakikatnya kesusastraan angkatan 45 tidak dapat dipisahkan dari kesusastraan zaman pemerintahan Jepang, baik dalam hal bentuk, isi, maupun gaya bahasanya. Dalam ini tidaklah mengherankan mengingat bahwa pengarang yang tampil pada awal periode 45 adalah mereka yang telah benyak berbuat pada zaman Jepang.
Ciri-ciri intrinsic karya sastra angkatan 45 antara lain:
 Puisi-puisinya bebas, artinya puisi tersebut sudah tidak terikat pada tema, rima, dan irama.
 Gaya puisinya brsifat ekspresinisme, artinya mengekspresikan apa yang ada dalam pikirannya.
 Aliran dan gayanya yaitu realism, pengungkapannya berdasarkan kenyataan yang benar-benar terjadi.
 Diksi katanya mencerminkan pengalaman batin.
 Kosa katanya mempergunakan gaya bahasa sehari-hari.
 Menggunakan gaya ironi dan sinisme.
Ciri-ciri ekstrinsik karya sastra angkatan 45 antara lain:
 Individualisme ditonjolkan.
 Bersifat universalistik sesuai dengan konsepsi humanisme universal yamg digunakan.
 Bersifat futuristic yakni selalu mengacu kepada masa depan.





• PERIODE 1953-1961
Dalam pembabakan ini digunakan istilah “periode” dan bukan “angkatan “ karena “angkatan “ dlam bahasa Indonesia sekarang telah menimbulkan berbbagai kekacauan. Pada periode ini terjadi krisis sastra sebagai akibat dari gagalnya revolusi Indonesia. Menurut Soejatmoko, Krisis sastra timbul sebagai akibat dari krisis kepemimpinan. Ia lebih lanjut mengatak bahwa sastra Indonesia sedang mengalami krisis sastra karena yang sedang ditulis hanya cerpen-cerpen kecil yang melingkar sekitar psikologisme perseorang semata. Roman-roman besar tak ada ditulis. Sedangkan menurut Nugroho Noto Susanto,S.M menolak penamaan tersebut karena menurutnya sastra Indonesia sedang hidup dengan subur.
Beberapa sastrawan yang muncul pada periode ini antara lain Nugroho Noto Susanto, A.A.Navis, toto Sudarto Bachtiar, W.S.Rendra dan lain-lain. Penyair yang paling popular pada periode ini antara lain Toto Sudarto Bachtiar dan W.S.Rendra. hanya saja W.S.Rendra lebiih popular dari Toto Sudarto Bachtiar dikarenan W.S.Rendra tidak hanya sebai penyai melainkan juga sebagai dramawan berbakat yang ditandai dengan didirikannya Taman Teater miliknya.

• PERIODE 1961-1970
Pada peride 50-an suasana berubah. Pada masa sebelumnya bangsa Indonesia berjuang untuk satu tujuan mencapai kemerdekaan. Setelah kemerdekaan diperoleh dan pepereangan telah berakhir, pemimpin-pemimpin mulai melihat pada diri mereka masing-masing. Mereka mulai berperang untuk golongan partai bahkan untuk diri mereka sendiri.
Perkembangan sastra pada periode ini tidak menampakkan peningkatan daripada masa lalu. Roman-roman lama tidak ada yang terbit sehingga timbul penamaan sastra majalah. Sejalan dengan kehidupan masyarakat dalam kehidupan sastra timbullah dua aliran yang bertentangan, antara paham realism sosialis yang menjadi filsafat seni kaum komunis, dengan golongan sastrawan yang berpaham humanism universal.
Pada tahun 1950 Lekra (Lembaga Kebudayaan Rakyat) berdiri. Lekra dengan tegas menganut seni untuk rakyat yang menghantam sastrawan yang beraliran seni untuk seni. Keadaan politik makin lama makin tidak sesuai bagi kegiatan sastra yang bebas. Kedudukan Lekra pun makin kuat. Mereka memaksakan agar ada keseragaman dalam berkarya yang sesuai dengan paham mereka.maka pada tanggal 17 Agustus 1963, H.B> Jassin mengumumkan Manifes Kebudayaan dalam majalah sastra. Manifesto tersebut merupakan suatu dokumen yang amat hati-hati yang didalamnya Pancasila ternyata diakui sebagai falsafah kebudayaan Indonesia. Manifesto sebenarnya memiliki hubungan yang erat dengan Surat Kepercayaan Gelanggang. Keduanya sama-sama mengeluarkan prinsip kesenian yang berlandaskan humanisme universal.


• PERIODE KONTEMPORER (ANGKATAN 70-AN)
Sastra Kontemporer juga biasa disebut sastra mutakhir, lahir pada tahun 70-an sehingga periode 70-an ini pernah diusulkan untuk diberi nama angkatan 70-an. Penamaan tersebut muncul sejak Sutardji Calzoum Bachri menolak kata sebagai tumpuan ide. Kredo puisi merupakan keyakinan Sutardji Calzoum Bachri yamg dituangkan dalam puisi.
Ciri-ciri Sastra Kontemporer khususnya bidang puisi antara lain:
 Puisi yang menolak kata sebagai media ekspresi
 Puisi yang bertumpu pada symbol-simbol kata dan menampilkan seminimal mungkin kata sebagai intinya.
 Puisi yang bebas memasukkan unsur-unsur bahasa asing atau bahasa daerah, dalam kumpulan Bangsat yang berjudul Main Cinta Model Kawang Wung.
 Puisi yang memakai kata-kata supra, kata-kata konvensional yang dijungkirbalikkan dan belum dikenal masyarakat umum, bentuk kebatinan judul Puisi jaman Bahari Gerisa.
 Puisi yang menggambarkan tipografi secara cermat, sebagai bagian dari ekspresi dalam kumpulan O.
 Puisi berpijak pada bahasa konvensional, tetapi diberi tenaga baru dengan cara menciptakan idiom-idom baru. Dalam karya Sutardji kumpula O yang berjudul jadi.
 Puisi yang memotong-motong kata menjadi suku kata dan membalikkan suku kata tersebut. (Sutardji Calzoum Bachri) dalam Tragedi Winka dan Sihka.

Tokoh-tokoh yang berkecimpung dalam bentuk puisi ini antara lain Sutardji calzoum Bachri, Jeihan, Darmanto JT, Sides Sudarto, Ibrahim Sattah.

0 komentar:

Posting Komentar