Senin, 18 April 2011

Praanggapan Bahasa

Praanggapan (presuposisi) berasal dari kata to pre-suppose, yang dalam bahasa Inggris berarti to suppose beforehand (menduga sebelumnya). Konsep pranggapan ini berasal dari perbedaan dalam ilmu falsafah, khususnya tentang hakikat rujukan (apa-apa, benda/keadaaan/ dan sebagainya, yang dirujuk arau dihujuk oleh kata, frase atau kalimat) dan ungkapan-ungkapan rujukan. Rujukan ini menjadi permasalahan inti dalam teori logika oleh sebab persoalan bagaimana cara menerjemahkan ungkapan-unkapan rujukan itu ke dalam bahasa logika yang bersifat ketat dan terbatas.
Menurut Lauren (1985:267) praanggapan adalah dasar dari fenomena wacana. Praanggapan memegang peranan penting di dalam menetapkan keruntutan wacana (Selingker et. Al.,1974 dalam Carl James, 1980:123). Menurut Fillmore yang dikutip oleh Coulter (dalam Psathas, Ed., 1979:167) dalam setiap percakapan, selalu digunakan tingkat-tingkat komunikasi yang implisit atau ilokusi. Menurut Leech (1981:228) praanggapan haruslah dianggap sebagai dasar dari kelancaran wacana yang komunikatif. Menurut Chaika (1982: 76), dalam beberapa hal wacana dapat dicapai melalui praanggapan.
Ahli falsafah yang bernama Gottlob Frege mengatakan:
“ kalau ada sesuatu pernyataan, maka selalu ada sesuatu praanggapan bahwa nama-nama (atau kata benda) yang dipakai itu, baik sederhana atau majemuk, mempunyai suatu rujukan.
Selain itu Nababan (1987: 46), memberikan pengertian praanggapan sebagai dasar atau penyimpulan dasar mengenai konteks dan situasi berbahasa (menggunakan bahasa) yang membuat bentuk bahasa (kalimat atau ungkapan) mempunyai makna bagi pendengar atau penerima bahasa itu dan sebaliknya, membantu pembicara menentukan bentuk-bentuk bahasa yang dapat dipakainya untuk mengungkapkan makna atau pesan yang dimaksud. Sejalan dengan hal tersebut, Levinson (dalam Nababan, 1987: 48) juga memberikan konsep praanggapan yang disejajarkan maknanya dengan presupposition sebagai suatu macam anggapan atau pengetahuan latar belakang yang membuat suatu tindakan, teori, atau ungkapan mempunyai makna.
Selanjutnya, pendapat lain dikemukakan oleh Louise Cummings (1999: 42) bahwa praanggapan adalah asumsi-asumsi atau inferensi-inferensi yang tersirat dalam ungkapan-ungkapan linguistik tertentu.
Praanggapan telah didefinisikan dengan berbagai cara, namun secara umum praanggapan adalah asumsi-asumsi atau inferensi-inferensi yang tersirat dalam ungkapan-ungkapan tertentu.


Contohnya dalam ujaran-ujaran berikut:
Ali menyesal telah membunuh ayahnya.

Dipraanggapkan bahwa Ali membunuh ayahnya.

Contoh lain:
Saya tidak jadi pergi liburan bersama Ayu.
Tidaklah bila ditafsirkan bila pendengar atau pembaca tidak dapat membuat praanggapan siapa sebenarnya orang yang bernama Ayu itu. Tuturan seperti itu hanya dapat dinilai komunikatif bila penutur membuat praanggapan bahwa lawan bicara mengetahui siapa sebenarnya orang yang bernama Ayu itu. Pengetahuan itu dapat bersumber dari pengalaman dan dapat pula bersumber dari konteks wacana.

B. Ciri-ciri Praanggapan
Ciri-ciri praanggapan yang mendasar adalah sifat kebenaran di bawah penyangkalan (Yule;2006:45). Hal ini memiliki maksud bahwa praanggapan (presuposisi) suatu pernyataan akan tetap benar walaupun kalimat itu dijadikan kalimat negatif atau dinegasikan. Sebagai contoh perhatian beberapa kalimat berikut:
(1) Gitar budi itu baru.

(2) Gitar budi tidak baru
Kalimat (2) bentuk negative dari kalimat (1). Praanggapan kalimat (1) adalah Budi memiliki gitar. Dalam kalimat (2) ternyata praanggapan itu tidak berubah meski kalimat (2) mengandung penyangkalan dari kalimat (1) yaitu memiliki praanggapan yang sama bahwa Budi memiliki gitar.
Wijana dan Nadar (2009:64) menyatakan bahwa sebuah kalimat dinyatakan mempreposisikan kalimat yang lain jika ketidakbenaran kalimat yang kedua (kalimat yang dipreposisikan) mengakibatkan kalimat pertama tidak dapat dikatakan benar atau salah. Untuk memperjelas pernyataan tersebut perhatikan contoh berikut:
(1) Istri pejabat itu cantik sekali.

(2) Pejabat itu mempunyai istri.
Kalimat (2) merupakan praanggapan dari kalimat (1). Kalimat tersebut dapat dinyatakan benar atau salahnya bila pejabat tersebut mempunyai istri. Namun, bila berkebalikan dengan kenyataan yang ada (pejabat tersebut tidak mempunyai istri), kalimat tersebut tidak dapat ditentukan kebenarannya.
C. Jenis-jenis Praanggapan
Praanggapan (presuposisi) sudah diasosiasikan dengan pemakaian sejulah besar kata, frasa, dan struktur (Yule; 2006 : 46). Selanjutnya George Yule mengklasifikasikan praanggapan ke dalam 6 jenis praanggapan, yaitu :
1. Presuposisi Eksistensial
Presuposisi (praanggapan) eksistensial adalah praanggapan yang menunjukkan eksistensi/keberadaan/jati diri referen yang diungkapkan dengan kata definit.
Contoh:
(4) a. Orang itu berjalan
b. Ada orang berjalan
2. Presuposisi Faktif
Preuposisi (praanggapan) faktif adalah praanggapan di mana informasi yang dipraanggapkan mengikuti kata kerja dapat dianggap sebagai suatu kenyataan.
Contoh:
(5).a.Dia tidak menyadari bahwa ia sakit
b.Dia sakit
(6).a.Kami menyesal mengatakan kepadanya
b.Kami mengatakan kepadanya
3. Presuposisi Leksikal
Presuposisi (praanggapan) leksikal dipahami sebagai bentuk praanggapan di mana makna yang dinyatakan secara konvensional ditafsirkan dengan praanggapan bahwa suatu makna lain (yang tidak dinyatakan) pahami.
Contoh:s
(7) a.Dia berhenti merokok
b.Dulu dia biasa merokok

(8).a.Mereka mulai mengeluh
b.Sebelumnya mereka tidak mengeluh
4. Presuposisi Non-faktif
Presuposisi (praanggapan) non-faktif adalah suatu praanggapan yang diasumsikan tidak benar.
Contoh:
(9).a.Saya membayangkan bahwa saya kaya
b.Saya tidak kaya

(10).a.Saya membayangkan berada di Hawai
b.Saya tidak berada di Hawai
5. Preuposisi Struktural
Presuposisi (praanggapan) struktural mengacu pada struktur kalimat-kalimat tertentu telah dianalisis sebagai praanggapan secara tetap dan konvensional bahwa bagian struktur itu sudah diasumsikan kebenarannya. Hal ini tampak dalam kalimat Tanya, secara konvensional diinterpretasikan dengan kata Tanya (kapan dan di mana) sesudah diketahui sebagai masalah.
Contoh:
(11).a.Di mana Anda membeli sepeda itu?
b.Anda membeli sepeda
(12).a.Kapan dia pergi?
b.Dia pergi

6. Presuposisi konterfaktual
Presuposisi (praanggapan) konterfaktual berarti bahwa yang dipraanggapkan tidak hanya tidak benar, tetapi juga merupakan kebalikan (lawan) dari benar atau bertolak belakang dengan kenyataan.
Contoh:
(11).a.Seandainya saya ikut bersama ibu, saya pasti tidak akan terlambat.

1 komentar:

Posting Komentar